* UKM Mitra Binaan Bank Aceh
KERIPIK dan tape saat ini tidak lagi identik sebagai makanan murah khas perkampungan. Dua penganan ini sekarang telah berubah menjadi produk dengan nilai ekonomis tinggi, bahkan telah menjadi oleh-oleh khas dari suatu daerah.
Di kawasan Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, keripik dan tape bisa dengan mudah dijumpai, baik di pusat-pusat perbelanjaan atau pun di kios-kios pingir jalan. Penganan ini umumnya banyak dibeli oleh para tamu sebagai oleh-oleh.
Nah, Supiadi merupakan satu dari sekian banyak pelaku usaha yang membuat penganan keripik dan tape. Pria kelahiran Boyolali ini mulai merintis usaha tersebut sejak 10 tahun lalu (2004), di Gampong Jantho Baru, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar.
“Bahan baku yang kita gunakan adalah ubi jalar, ubi kayu, pisang mentah dan sukun. Semuanya berasal dari hasil pertanian di Jantho Baru dan daerah sekitar lainnya,” kata Supiadi, Kamis (23/1).
Dia mengaku, mengawali usahanya dengan modal yang terbatas. Namun berkat ketekunan dan bantuan dari beberapa anggota keluarga, usahanya perlahan mulai tumbuh. Apalagi tiga tahun kemudian (2007) ia mendapat tambahan modal sebesar Rp 8 juta melalui fasilitas Kredit Peumakmu Nanggroe (KPN) Bank Aceh.
Setelah kredit itu lunas, tahun 2009 ia kembali mengajukan pinjaman ke Bank Aceh sebesar Rp 15 juta melalui fasilitas Kredit Mikro Bank Aceh (KMBA). Tahun 2011 ia kembali memanfaatkan fasilitas KMBA sebesar Rp 12 juta, dan terakhir tahun 2013 ia mendapat tambahan modal sebesar Rp 40 juta melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sekarang, produk keripik dan tape yang dia hasilkan sudah dipasarkan hingga ke luar wilayah Kabupaten Aceh Besar, dan banyak konsumen yang memesan langsung sebagai oleh-oleh untuk keluarga mereka di Medan.
Supiadi menyebutkan, sehari rata-rata ia bisa menghabiskan bahan baku ubi hingga mencapai 140 kilogram. Sedangkan minyak goreng mencapai 24 kilogram. “Omset penjualan per bulan Rp 30 juta sampai dengan rp 36 juta, dengan tingkat keuntungan berkisar 15 sampai 20 persen per bulan,” ungkapnya.
Prioritas Produk Andalan Daerah
Pemimpin Bank Aceh Cabang Kota Jantho, Numairi, menyatakan, pihaknya berharap dapat membina lebih banyak lagi pengrajin home industri keripik ubi di Kota Jantho. Dia yakin UKM di sektor ini memiliki potensi yang sangat baik dan akan menjadi salah satu ikon produk andalan dari tanah Jantho.
“Kami akan bahu-membahu bersama pemerintah daerah dan instansi terkait untuk terus melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam mengembangkan usahanya,” ucapnya didampingi Humas Bank, Amal Hasan.
Amal Hasan menambahkan, dalam jangka panjang, kehadiran Bank Aceh di berbagai daerah diharapkan mampu menstimulus tumbuh dan berkembangnya sentra ekonomi masyarakat yang mampu membuka ruang usaha dan lapangan kerja, serta memberikan kontribusi yang lebih maksimal bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat.(**)
Sumber:"
aceh.tribunnews.com › Bisnis
KERIPIK dan tape saat ini tidak lagi identik sebagai makanan murah khas perkampungan. Dua penganan ini sekarang telah berubah menjadi produk dengan nilai ekonomis tinggi, bahkan telah menjadi oleh-oleh khas dari suatu daerah.
Di kawasan Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, keripik dan tape bisa dengan mudah dijumpai, baik di pusat-pusat perbelanjaan atau pun di kios-kios pingir jalan. Penganan ini umumnya banyak dibeli oleh para tamu sebagai oleh-oleh.
Nah, Supiadi merupakan satu dari sekian banyak pelaku usaha yang membuat penganan keripik dan tape. Pria kelahiran Boyolali ini mulai merintis usaha tersebut sejak 10 tahun lalu (2004), di Gampong Jantho Baru, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar.
“Bahan baku yang kita gunakan adalah ubi jalar, ubi kayu, pisang mentah dan sukun. Semuanya berasal dari hasil pertanian di Jantho Baru dan daerah sekitar lainnya,” kata Supiadi, Kamis (23/1).
Dia mengaku, mengawali usahanya dengan modal yang terbatas. Namun berkat ketekunan dan bantuan dari beberapa anggota keluarga, usahanya perlahan mulai tumbuh. Apalagi tiga tahun kemudian (2007) ia mendapat tambahan modal sebesar Rp 8 juta melalui fasilitas Kredit Peumakmu Nanggroe (KPN) Bank Aceh.
Setelah kredit itu lunas, tahun 2009 ia kembali mengajukan pinjaman ke Bank Aceh sebesar Rp 15 juta melalui fasilitas Kredit Mikro Bank Aceh (KMBA). Tahun 2011 ia kembali memanfaatkan fasilitas KMBA sebesar Rp 12 juta, dan terakhir tahun 2013 ia mendapat tambahan modal sebesar Rp 40 juta melalui fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sekarang, produk keripik dan tape yang dia hasilkan sudah dipasarkan hingga ke luar wilayah Kabupaten Aceh Besar, dan banyak konsumen yang memesan langsung sebagai oleh-oleh untuk keluarga mereka di Medan.
Supiadi menyebutkan, sehari rata-rata ia bisa menghabiskan bahan baku ubi hingga mencapai 140 kilogram. Sedangkan minyak goreng mencapai 24 kilogram. “Omset penjualan per bulan Rp 30 juta sampai dengan rp 36 juta, dengan tingkat keuntungan berkisar 15 sampai 20 persen per bulan,” ungkapnya.
Prioritas Produk Andalan Daerah
Pemimpin Bank Aceh Cabang Kota Jantho, Numairi, menyatakan, pihaknya berharap dapat membina lebih banyak lagi pengrajin home industri keripik ubi di Kota Jantho. Dia yakin UKM di sektor ini memiliki potensi yang sangat baik dan akan menjadi salah satu ikon produk andalan dari tanah Jantho.
“Kami akan bahu-membahu bersama pemerintah daerah dan instansi terkait untuk terus melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam mengembangkan usahanya,” ucapnya didampingi Humas Bank, Amal Hasan.
Amal Hasan menambahkan, dalam jangka panjang, kehadiran Bank Aceh di berbagai daerah diharapkan mampu menstimulus tumbuh dan berkembangnya sentra ekonomi masyarakat yang mampu membuka ruang usaha dan lapangan kerja, serta memberikan kontribusi yang lebih maksimal bagi peningkatan kesejahteraaan masyarakat.(**)
Sumber:"
aceh.tribunnews.com › Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar