Kejelian dalam melihat peluang merupakan
bekal Ida Widyastuti menapak belantara bisnis. Dari berdagang emping di
pasar, Ida membangun bisnis snack, camilan, dan keripik. Setelah
menguasai pasar Indonesia Timur, Ida siap mengembangkan lini bisnisnya
yang lain.
Kepahitan hidup masa lalu sering menjadi pecutan bagi
sebagian orang untuk meraih sukses. Demikian pula bagi Ida Widyastuti.
Berbagai keterbatasan memupuk tekadnya menjadi seorang pengusaha.
Bahkan, kini, Ida sukses berbisnis snack dan camilan lewat bendera
Mekarsari.
Lulus dari SMA, Ida harus kecewa lantaran tak bisa
meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Biaya menjadi kendalanya.
Ia pun lantas merantau ke Batam, bekerja di sebuah perusahaan Jepang.
Namun,
keinginan menjadi pengusaha terus memanggilnya. Hingga, saat sang
suami, Harris Setiawan, pindah kerja ke Surabaya. Ida pun mulai
berdagang emping melinjo di Pasar Gedangan, Sidoarjo, sekitar tahun
2001. Ia terinspirasi oleh salah satu saudaranya yang menjadi perajin
emping di Demak.
Awalnya, perempuan 39 tahun ini membuat emping
sendiri. Ternyata, harga emping buatannya lebih mahal dibanding dengan
harga pedagang lain di pasar tersebut. Lantas, Ida mengambil emping dari
perajin di Demak, kota kelahirannya.
Harga murah menjadi
strategi Ida untuk mendapat pelanggan. Upaya ini pun berhasil. Banyak
pedagang mengambil emping dari Ida. Namanya pun cepat dikenal hampir di
seluruh pasar tradisional Sidoarjo.
Usaha emping ini makin
berkembang, saat Harris ikut menemani Ida berbisnis. Pada akhirnya,
Harris memang mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk membantu Ida.
“Dia rela mengangkut bal emping ke toko-toko, sementara saya yang getol
menawarkan dagangan,” kenang Ida.
Pada 2003, emping dengan merek
Kawanku itu berhasil menguasai pasar Malang dan Probolinggo. Karena
dikenal murah, permintaan menjalar hingga ke Kalimantan. Tak heran,
dalam setahun, pasokannya mencapai 500 ton.
Tak hanya memasarkan
emping, Ida yang memiliki insting bisnis tajam pun mencium potensi
bisnis snack atau camilan. Maklum, ia tak bisa mengandalkan jualan
emping belaka, yang sering dikaitkan dengan kolesterol dan asam urat.
Pabrik keripik pisang
Dengan
kekuatan modal yang telah dimilikinya, pada 2004, Ida bergerilya
mendatangi beberapa pemasok snack dan camilan di Jakarta dan Jawa Barat.
Ia ingin menjalin kerja sama dengan mereka, untuk memasarkan camilan
itu ke berbagai daerah. “Tapi, kami ditolak oleh supplier yang mayoritas
pemain lama,” ujar dia.
Namun, Ida tak menyerah. Ia pun
memutuskan untuk mencari camilan tradisional langsung dari produsennya.
Bersama suami, ia menyisir Bandung, Cianjur, Indramayu, Kuningan,
Ciamis, dan Cirebon untuk mencari perajin camilan.
Selama dua
tahun, Ida menyiapkan bisnis barunya. “Karena selain hunting UKM, saya
harus menyatukan visi dan memberi pengarahan pentingnya mutu, rasa
hingga pengemasan,” tutur Ida. Ia rela merogoh kantong hingga Rp 50
juta, untuk memodali biaya para perajin camilan, agar mereka dapat
memproduksi makanan dalam jumlah yang besar.
Sama seperti
pemasaran emping, Ida mendistribusikan berbagai camilan ini ke toko-toko
dan pasar tradisional yang telah menjadi pelanggannya. Ida pun
menyematkan nama Mekarsari, yang berarti terus mekar, sebagai merek
dagangnya.
Benar saja, sesuai harapan, penjualan Mekarsari terus
mengembang. Meski awalnya kesulitan, lantaran ada pemain lama, ia
berhasil menembus pasar Bali. Karena pengiriman lewat truk tak bisa
mencukupi permintaan, akhirnya Ida membuka gudang di Bali.
Ida
mengakui, kejeliannya melihat peluang menjadi kunci sukses usaha. Saat
melihat pasokan pisang yang sangat melimpah di Trenggalek, ia pun
terpikir berusaha pembuatan keripik pisang. “Kebetulan, pisang tanduk di
sana punya keunikan, besar-besar dan rasanya manis,” kata Ida.
Lantas,
Ida pun membuat pabrik keripik pisang sendiri. Kini, dua pabriknya, di
Trenggalek dan Sidoarjo, mampu mengolah hingga tujuh ton pisang setiap
hari. Untuk menjaga pasokan, Ida menjalin mitra dengan 250 petani dan
beberapa orang pengepul.
Tak hanya pabrik pisang, pada 2009, Ida
membangun gerai di Pondok Jati, Sidoarjo. Ribuan orang selalu mampir ke
Roemah Snack Mekarsari yang buka 24 jam alias sepanjang waktu. Di luar
Sidoarjo, ia juga membuka cabang di Krian, Sidoarjo dan Denpasar, Bali.
Setiap
bulan, Ida mengirim ratusan truk camilan untuk para distributornya.
Maklum, Mekarsari sudah merambah berbagai kota di Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Kini, Ida yang hobi travelling,
berekspansi dengan membuka agen perjalanan yang menyelenggarakan tur ke
tempat-tempat wisata. Ia juga mengembangkan bisnis ekspedisi.
Sekarang,
lebih dari 160 karyawan menggantungkan hidupnya pada bisnis Ida. Di
luar itu, ada ratusan UKM camilan yang menjadi pemasok camilan untuk
Mekarsari.
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/dari-emping-melinjo-lini-bisnis-ida-kian-mekar