Kenaikan harga kedelai sempat menyulitkan pasokan bahan baku.
ddd
(VIVAnews/Daru Waskita)
VIVAnews - Hanya
bermodal Rp500 ribu pada 2002, kini perajin rempeyek, Sumarji (46),
mampu menghasilkan omzet lebih dari Rp4 juta per hari.
Ia adalah perajin rempeyek dari Dusun Pelem Madu, Desa Kebon Agung,
Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY. Dia menekuni usahanya yang
hingga saat ini berkembang besar dan pasarnya tidak saja di Yogya, namun
merambah ke Jawa Tengah.
"Modal saya hanya Rp500 ribu dan dikerjakan oleh keluarga saja," kata dia kepada VIVAnews, Sabtu 7 September 2013.
Menurut Sumarji, usahanya semakin berkembang usai gempa 2006, yang kini juga diikuti oleh warga lainnya.
"Dulu hanya sekitar 10 kepala keluarga yang menekuni dan
memproduksi rempeyek. Namun, saat ini, telah mencapai sekitar 42 perajin
rempeyek," jelas Sumarji, yang juga sebagai kepala dusun Pelem Madu.
Pada awal produksi rempeyek, baik rempeyek kacang atau kedelai,
hanya sekitar 300 bungkus. Kini, semakin bertambah banyak hingga 2.700
bungkus per hari.
"Dulu memproduksi rempeyek hanya keluarga semata, tetapi saat ini
sudah ada 18 tenaga bantuan, yang kebanyakan ibu rumah tangga," ujarnya.
Sumarji mengaku bahwa usaha rempeyek ini maju berkat bimbingan dan
pendampingan dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang merupakan
perusahaan milik pemerintah.
"Pada awalnya, PNM hanya melakukan bimbingan dan pendampingan,
namun hingga pemberian pinjaman modal dengan bunga ringan," kata dia.
Usaha rempeyek ini, menurut Sumarji, juga ada kendala yang
menyebabkan keuntungan semakin menipis seperti kenaikan harga bahan
bakar minyak dan kenaikan harga kedelai yang naik akibat melemahnya
nilai rupiah.
"Kami sudah naikkan harga satu bungkus rempeyek menjadi Rp2.700. Satu bungkus berisi delapan rempeyek," tuturnya.
Akibat kenaikan harga kedelai, tambah Sahisni (46), istri Sumarji,
isi kedelai atau kacang di dalam rempeyek dikurangi. Serta dikurangi isi
rempeyek yang sebelumnya isi delapan menjadi hanya berisi tujuh
rempeyek.
Kenaikan harga kedelai, Sahisni melanjutkan, juga menyulitkannya
untuk mendapatkan pasokan kedelai. Harga kedelai saat ini juga tak
menentu. "Satu kilogram kedelai lokal Rp9.500, sedangkan kedelai impor
lebih dari harga kedelai lokal," ujarnya.
Lebih lanjut, Sahisni mengatakan, untuk pemasaran, dia tidak
mengalami kesulitan, karena sudah ada agen penjual yang mengambil
rempeyek dari rumah produksinya untuk dijual ke wilayah Yogyakarta dan
Jawa Tengah.
"Bahkan dulu, ada yang pesan rempeyek satu kontainer sehingga
pembuatan rempeyek dilakukan oleh puluhan perajin di Pelem Madu ini,"
tuturnya. (art)
Sumber: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/449454-meraup-jutaan-rupiah-dari-bisnis-cokelat-di-makasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar