Kegiatan penanganan pascapanen tanaman perkebunan
didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil perkebunan, sejak
pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap dikonsumsi,
dimana didalamnya juga termasuk distribusi dan pemasarannya. Cakupan teknologi pascapanen
dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan besar, yaitu pertama: penanganan
primer yang meliputi penanganan komoditas hingga menjadi produk setengah
jadi atau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk hanya terjadi
secara fisik, sedangkan perubahan kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap
ini. Kedua: penanganan sekunder, yakni kegiatan lanjutan dari penanganan
primer, dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan bentuk fisik maupun
komposisi kimiawi dari produk akhir melalui suatu proses pengolahan. Contoh
penanganan primer tanaman perkebunan (misalnya kakao atau coklat) adalah proses
pengeringan dimana tujuan utamanya adalah menguapkan air sehingga diperoleh
produk dengan kadar air kakao 6-7 % basis basah. Sedangkan dari sisi
teknologinya, cara pengeringan kakao dapat dilakukan dengan penggabungan
penjemuran (sun drying) dan pengeringan dengan mesin (artificial
drying) untuk mendapatkan kadar air yang optimal dengan penampakan yang
baik. Hasil akhir penanganan primer kakao adalah kakao kering dengan kadar air
optimal dan warna coklat seragam dan mengkilat. Penanganan sekunder kakao
adalah pengolahan lebih lanjut kakao kering menjadi produk yang lebih hilir.
Pada proses ini biji kakao hasil pengolahan primer digunakan sebagai bahan baku
untuk pembuatan massa kakao yang akhirnya menjadi produk olahan berupa bubuk
coklat, minyak coklat, meyses dan permen coklat serta produk olahan lainnya.
Gambar 1. Sistem penanganan pascapanen.
1.� Permasalahan Penanganan Pascapanen Perkebunan
Secara umum, masalah penerapan teknologi maju dalam
penanganan pascapanen hasil perkebunan masih banyak ditemui disekitar mata
rantai pemasaran dan lebih banyak lagi ditemui pada tingkat daerah sentra
produksi (farm). Di negara maju, penerapan teknologi pascapanen ini hampir
secara penuh dapat diintrodusir mulai dari tingkat produksi, pada seluruh mata
rantai hingga tingkat pemasaran/konsumen.
Beberapa masalah lain yang erat kaitannya dengan
teknologi pascapanen antara lain: (i) kesenjangan dan keterbelakangan dalam
memproduksi bibit/benih unggul di dalam negeri, (ii) kesenjangan dalam inovasi
teknologi, baik dalam teknologi pengembangan peralatan pascapanen maupun
informasi teknologi penanganan pascapanen itu sendiri, (iii) rendahnya
pengertian masyarakat umum dalam hal-hal yang berkaitan dengan penanganan pascapanen,
misalnya tentang susut pascapanen sehingga berakibat kurangnya perhatian
terhadap masalah mutu, (iv) belum sempurnanya infrastruktur yang menunjang
sistem distribusi dan transportasi hasil perkebunan rakyat, (v) masih kecilnya
margin yang diperoleh untuk menutupi biaya operasi penanganan pascapanen, dan
(vi) keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas penyuluh
lapang akan teknologi pascapanen.
Selain itu, ciri usaha perkebunan juga berpengaruh
terhadap pemilihan teknologi pascapanen serta kesesuaian varietas tanaman
perkebunan. Ciri-ciri usaha perkebunan adalah: (i) biasanya tanaman bersifat
tahunan sehingga diperlukan waktu yang lama hingga berproduksi, sementara
peralatan pascapanen tidak dioperasikan sehingga pada saat diperlukan sudah
tidak optimal lagi, (ii) komoditas bersifat curah (bulk product) dan dalam
kuantitas yang besar sehingga diperlukan disain alat bongkar-muat dang angkut
yang besar dan kuat, (iii) produk berorientasi ekspor/pasar internasional
sehingga akan berhadapan dengan sistem pasar bebas sehingga diperlukan
kebijakan yang berpihak pada masyarakat perkebunan (petani), dan (iv) diperlukan
tata ruang yang besar dan melibatkan petani/pekebun dalam jumlah besar, oleh
karena itu kegiatan pascapanen dapat dilakukan sebagai usaha pedesaan.
2.� Konsep ULP2 (Usaha Lepas Panen Pedesaan)
Nilai tambah komoditas dapat ditingkatkan melalui diversifikasi
produk olahan dan peningkatan mutu, yang membutuhkan masukan kapital,
peralatan, sumberdaya manusia dan manajemen serta teknologi tepat sasaran, yang
mencakup teknologi budidaya sampai dengan teknologi pascapanen. Saat
ini banyak produk telah diekspor ke negara tertentu dengan mutu yang rendah
atau belum mengalami pengolahan lebih lanjut.�
Untuk itu diperlukan suatu kegiatan pengolahan lanjutan untuk
meningkatkan mutu pada tingkat tertentu guna memenuhi kebutuhan konsumen atau
negara akhir yang dituju.� Keterlibatan
kelompok tani perkebunan rakyat sebagai penyedia bahan baku dan pengolahan
primer dalam bentuk Usaha Lepas Panen Pedesaan (ULP2) dan pengolahan primer
merupakan usaha produktif pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah dan daya
saing yang tinggi. Kelompok ini akan bekerjasama dengan agroindustri tingkat
lanjut (industri hilir) sebagai mitra usaha untuk mencapai sasaran ULP2,
sebagai contoh dalam kegiatan agroindustri kopi dapat dilakukan dengan tahapan
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2.� Tahapan Pengembangan Agroindustri Kopi Secara Terpadu
Kegiatan ini merupakan rintisan yang difokuskan pada
upaya pengembangan kegiatan usaha agroindustri pada skala kecil dan menengah
(UKM) dan secara maksimal memanfaatkan potensi lembaga yang mandiri dan telah
berakar pada masyarakat, dalam bentuk koperasi atau lembaga kemasyarakatan yang
ada. Diharapkan UKM akan berkembang menjadi lembaga ekonomi mandiri sebagai
penopang utama perekonomian rakyat yang mampu menciptakan lapangan kerja produktif
serta meningkatkan devisa negara.�
Pengembangan ini akan berjalan dengan baik jika dilakukan
juga pembinaan terhadap pelaku bisnis, dalam hal ini pengelola perkebunan dan
pengolah.� Sehubungan dengan itu,
pelayanan teknis atau pendamping teknologi perlu diperhatikan. Pengembangan
agroindustri� kopi secara terpadu ini
merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha yang melibatkan unsur-unsur
potensi daerah seperti: (i) petani/kelompok tani perkebunan kopi rakyat, (ii)
mitra usaha, dan (iii) penyandang dana.�
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam pengembangan agroindustri
sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan antara ketiga unsur tersebut dilakukan
dengan pendekatan sebuah pola kerjasama kemitraan partisipatif, dengan
mendasarkan pada adanya saling berkepentingan antara semua pihak yang bermitra.
3.� Penutup
Upaya peningkatan kualitas hasil perkebunan tidak dapat
terlepas dari sistem penanganan pascapanen dan prapanen yang baik dan benar.
Kedua proses tersebut saling melengkapi dan beberapa saran dalam rangka
meningkatkan peranan teknologi pascapanen hasil perkebunan adalah:
1.
Tidak dapat dibantah lagi bahwa penelitian dan
pengembangan memegang peran yang sangat penting dalam introduksi dan penerapan
teknologi pada mata rantai penanganan pascapanen. Perhatian harus diberikan
lebih besar oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian
serta instansi terkait dan tentunya Perguruan Tinggi.
2.
Walaupun akan memakan waktu dan biaya besar, teknologi
pembenihan domestik mutlak harus dikembangkan, baik oleh penangkar benih swasta
maupun pemerintah.
3.
Penyampaian informasi teknologi pascapanen secara cepat
dan akurat kepada petani yang melibatkan industri swasta yang bergerak dalam
pengolahan hasil perkebunan agar aliran informasi lebih cepat.
4.
Keterkaitan yang erat antara peneliti, industri,
pemerintah dan petani dalam pengembangan dan penerapan teknologi pascapanen
dengan dijembatani oleh penyuluh lapang dan perguruan tinggi untuk membentuk
sistem yang terpadu.
5.
Promosi serta pendidikan masyarakat secara massal akan
pentingnya mutu produksi perkebunan dan menanamkan quality minded sebagai
tujuan akhir penerapan teknologi pascapanen menjadi tuntutan yang mutlak.
Sumber: http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pasca%20Panen/tep440_files/Penangananhasilperkebunan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar