19
Apr
Hmm, tren tanaman hias. Sudah lama
bukan anda tidak mendengarnya? Hampir semua majalah dan tabloid tanaman
hias tidak membahasnya lagi. Kenapa bisa seperti itu? Baiklah akan saya
bahas disini
Mandeknya usaha tanaman hias belakangan
ini sangat disayangkan oleh para petani tanaman hias di Indonesia.
Mereka sangat amat bergantung pada tren ini karena penjualan bisa naik
sampai 500% dari sebelumnnya. Kita ambil contoh, pada tren tanaman
Anthurium sp. yang sempat menggila pada tahun 2006 dan sampai titik
puncak di tahun 2008, para petani tanaman tersebut bisa dibilang kaya
mendadak. Tanaman yang pernah populer juga di tahun 90an tersebut telah
membantu mereka ke level ekonomi yang tinggi. Permintaan yang bisa
dibilang tidak masuk akal dari para pengepul membuat tanaman yang mereka
budidayakan naik tajam harganya, kita ambil salah satu contoh A.
jemannii, tanaman ini pada tahun 2006 harganya paling mahal hanya
Rp100.000 untuk daun seukuran koin Rp.500,00 tetapi pada saat tren harga
yang ditawarkan bisa sampai Rp 1000.000,00. Tetapi pada 2008 akhir
tanaman ini jatuh pamor dan akhirnya menutup rangkaian tren tanaman hias
bermula pada tahun 2004 dengan pelaku utama Adenium sp., walaupun pada
tahun 2009 ada sedikit tren dari Sansevieria sp, dan bromelia sp, itu
pun tidak berlangsung lama.
Sebelum saya menjelaskan mengapa, lebih baiknnya saya urutkan kronologisnya tren tanaman hias dari th 2004-2009
2004
Tahun awal yang bisa dibilang awal
kenaikan tren tanaman hias. Diawali dengan kehadiran mawar gurun,
Adenium sp, bunga yang yang indah dan bonggol yang unik menjadi daya
tarik tersendiri bagi para kolektor tanaman hias. Jenis tanaman ini
mulai perlahan naik dan sempat memuncaki penjualan terbanyak diantara
Aglaonema dan Anthurium pada tahun 2006. Pada tahun-tahun berikutnya
para pemulia berasal dari taiwan berhasil membuat Adenium berwarna
kuning, padahal tidak ada gen kuning dari alam! Sebelumnya ditemukan
Adenium tumpuk pertama (doxon) juga ditemukan para pemulia dari taiwan.
Tren Adenium stak pada tahun 2008 dan memudar ditinggal oleh kolektor
musiman ==a
2004 pertengahan
Periuk monyet, atau dalam bahasa jawa
disebut kantong semar ,Nepenthes sp, menggebrak pasar tanaman hias
Indonesia dengan keindahan kantongnnya. Tetapi tren ini tidak terlalu
lama karena tidak ada “pemain utama” (akan dibahas selanjutnya).
2005
Pasar masih dikuasai oleh mawar gurun,
tetapi tanaman dari famili apocynaceae ini mulai “di ganggu” oleh
kehadiran dari suku Aracea yaitu Aglaonema dan Anthurium
2006-2007
Pada tahun ini pasar mulai kehilangan
stok Aglaonema dan Anthurium. Dua tanaman dari suku yang sama saling
berebut hati kolektor musiman. Walau harga yang mulai tidak masuk akal
(pada Aglaonema sistem pembeliaan dihitung harga perdaun yang mencapai
2,5 juta untuk jenis widuri, dan Anthurium yang dihitung pada saat
mentis [kecambah] dengan 3 daun yang mencapai Rp. 350.000 untuk jenis A.
jenmannii “cobra” ), para kolektor saling berebut bahkan sampai ada
sistem inden untuk beberapa breeder terkenal.
2007-2008
Tahun emas dan juga tahun kejatuhan
Anthurium, tiba-taba pada tahun ini “demam” Adenium, Aglaonema sunyi
senyap tidak ada kabar, hanya beberapa kali ada gebrakan tetapi tidak
dapat mengungguli hasil penjualan Anthurium. Anthurium sendiri berjaya,
pada saat krusial ini tanaman tersebut mencetak rekor harga fantastis,
1,5M !!! bukan main, saya pikir hanya di Indonesia saja yang ada tanaman
daun yang diperjualbelikan dengan harga rumah dikawasan elite Jakarta.
Tetapi pada kuartal terakhir tahun 2008 ahli ekonomi mulai memberikan
komentar tentang pasar Anthurium. Dan benar saja, ramalan ahli ekonomi
yang menyebutkan bahwa Anthurium akan turun pamor sebentar lagi tak
terbantahkan. Hanya berselang dua bulan permintaan pasar turun.
2009-sekarang (2011)
Pasar tanaman hias mandek ==a
Ada apa ini? Pasar tanaman hias yang
terbuka lebar justru bisa mati suri seperti ini. Dilihat dari pasar yang
sudah saya amati mulai tahun 2004-2011 saya dapat berkesimpulan bahwa
ada beberapa aspek yang dapat berpengaruh pada tren tanaman hias,
aspek-aspek yang dapat saya kemukakan ialah:
- Keunikan, keindahan, dan kemudahan dalam perawatan dari sebuah tanaman
Hal ini bisa kita lihat dari Adenium, wajar bila tanaman tersebut dapat naik pamor sampai tahun 2008
- Expose media yang besar
Bila anda memiliki satu tabloid atau
majalah yang anda koleksi dari tahun 2004-2011 anda akan melihat
bagaimana sebuah media dapat memengaruhi permintaan pasar
- Kepercayaan pada tahayul
Yeah, walau kita berada pada dunia modern
seperti sekarang, banyak juga orang yang masih percaya pada tahayul.
Kita dapat melihat pada tren Aglaonema, pada tahun 2006 orang
menyebutnya sri rejeki, karena orang percaya bahwa dengan menanam
tanaman ini dapat meningkatkan rejeki sang pemilik. Bahkan warna merah
yang ada pada daun Aglaonema disebut-sebut dapat menambah rejeki pemilik
==a
- Import tanaman hias populer dari negara lain
Import juga memengaruhi suatu tren
tanaman hias di Indonesia, kita bisa melihat pada tren tanaman hias
Caladium sp, Sansivieria, Alokasia sp. Tetapi tren tanaman yang
disebabkan oleh import tanaman dari luar biasannya tidak bertahan lama.
Caladium sp hanya beberapa bulan di tahun 2008, Sansivieria muncul hanya
beberapa kali di tahun 2008, 2009, 2010 itupun tidak menjadi tren.
Alokasia sp. hanya beberapa bulan di tahun 2008/2009 (saya lupa ^,^v).
Biasanya kita melakukan import dari Thailand dan Taiwan.
- Pemain utama
Bahasa kerennya tengkulak, oknum-oknum
ini yang memicu tren tanaman hias. Mereka melakukan pengosongan stok
tanaman hias pada tanaman yang berpotensi dapat naik pamor. Hal ini
dapat kita temukan pada tren Anthurium. Di pasar saya mendapat sedikit
gambaran bagaimana para tengkulak bermain licik.
- Para tengkulak mengosongkan tanaman (korban: Anthurium [sukses], Alokasia [gagal], Philodendron [gagal]).
- Setelah mengosongkan tengkulak yang memiliki rekanan kolektor melakukan promosi gencar dengan cara mulut ke mulut. Agar terjadi pasar semu, pasar semu yang dimaksud ialah pasar yang bergelut di pasar tersebut orangnya sama misal tanaman a dijual ke A, lalu dijual lagi ke B dijual lagi ke C, tentu dengan promosi, sampai pada akhirnya kembali lagi ke penjual awal. Hal ini efektif membuat orang mencari barang yang sama dan lalu menjual ke orang lain, tetapi akan sulit didapat karena stok telah kosong.
- Setelah pasar jenuh, orang yang tau pertama ialah para tengkulak, mereka lalu berbondong-bondong mengosongkan stok mereka dan PASAR BERHENTI, dan karena telat PETANI RUGI!
- Muncul pehobi musiman
Salah satu kelompok yang mudah sekali
terbujuk rayuan penjual, dan kelompok inilah yang menjadi sasaran utama
para pedagang. Biasannya pehobi musiman ini akan hadir bila ada tren dan
hilang ketika tren berhenti.
- Muncul penjual musiman
Ada pehobi musiman adapula penjual
musiman, pada bagian selanjutnya saya sebut sebagai tengkulak yang
bangkrut. Para penjual musiman biasannya bukan berasal dari kalangan
petani, tengkulak atau pehobi tanaman hias mereka biasannya hanya muncul
pada saat tanaman naik pamor. Barang yang mereka miliki biasannya
langsung laku terjual. Tetapi ada juga yang tidak mengerti sistem pasar
dan akhirnya stok menumpuk di mereka. Mereka adalah orang yang akan rugi
pada saat tren berakhir. Karena biasannya para tengkulak besar yang
akan mengosongkan barang menjual barang ke mereka, lalu penjual musiman
akan kebingungan sendiri dengan stok yang mereka miliki karena ternyata
permintaan 0.
Mungkin segitu yang bisa saya jabarkan selebihnya siih banyak.
Dari sekian aspek tersebut tenggkulak lah
yang menjadi aktor utama yang bermain dalam 2 sifat, protagonis dan
antagonis. Di sisi lain mereka dapat membuat tren tanaman hias, tetapi
disisi lain mereka dapat merugikan orang banyak. Pada tren yang berhenti
pada tahun 2009 saya melihat adanya kekapokkan dari pihak petani dan
tengkulak bangkrut. Para petani menjadi malas untuk mengikuti pasar,
karena pergerakan pasar yang sangat cepat. Para tengkulak yang bangkrut
juga kapok karena banyak menelan kerugian karena telat membaca pasar.
Selain itu pada tren terakhir yaitu Anthurium sp, banyak terjadi
penipuan bibit dan benih bahakan pencurian tanaman hias sempat meningkat
pada tahun 2008-2009.
Ada baiknya usah tanaman hias dilakukan
dengan bijak tanpa ada perlakuan untuk menaikkan harga. Bila begitu
seterusnya yang akan dirugikan pasar tanaman itu sendiri. Bisa kita
lihat, pasar menjadi stak karena ulah para tengkulak serakah yang hanya
mengambil untung cepat. Bila kita dapat mengelola pasar tanaman dengan
baik, tidak menutup kemungkinan tanaman yang hanya berharga Rp 5000,00
dapat meningkatkan kesejahteraan petani bila dikelola dengan baik.
Sumber: https://blog.ub.ac.id/odiernt/2011/04/19/mandeknya-usaha-florikultura-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar