Sabtu, 19 Juli 2014

Rela Menunggu demi Duet Singkong-Keju

Pernah mendengar lagu era 80-an berjudul Anak Singkong? Dulu orang memang suka mengontraskan singkong dan keju. Singkong identik dengan kemiskinan, sedangkan keju melekat pada si kaya. Ternyata, kini, singkong dan keju bernasib sama: menyatu dalam camilan singkong keju.
Bahkan, saking larisnya, perpaduan keduanya mendatangkan rezeki yang mengalir deras bagi para penjualnya. Ari Prasetyo, salah satunya. Dia salah seorang pebisnis skala kecil yang menekuni usaha ini. Di tangannya, singkong dan keju menjadi makanan camilan tradisional yang membuat lidah pelanggan ketagihan. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan, mulai kelas kaki lima hingga orang kantoran.
Ari menamakan produknya Singkong Keju Meletus. Kok bisa? Tak ada filosofi yang mendasarinya. Cuma, kata Ari, pada 2005 silam, ketika dia baru menjalani bisnis ini, di Bandung, Jawa Barat, Gunung Merapi tengah meletus. Jadilah nama usahanya seperti itu. Awalnya, dia mengikuti jejak sukses sang kakak yang terlebih dulu menjalani usaha ini. “Ide sebenarnya berawal dari usaha kakak yang baru tiga bulan buka namun langsung mendapat sambutan yang baik dari pembeli,” paparnya, kemarin.
Omzet hingga Rp 50 juta

Tergiur melihat keberhasilan usaha sang kakak, motivasi usaha Ari bangkit. Dia kemudian berguru pada sang kakak selama satu bulan. “Sekalipun saudara, soal bumbu dan cita rasanya sangat rahasia dan tidak terbuka,” tandasnya.
Setelah cukup ilmu, Ari lantas membuka usaha sendiri. Modal awalnya cuma Rp 2 juta. Kini, jangan mengernyitkan dahi keheranan kalau Ari mengaku omsetnya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. “Kini saya tinggal menikmati manisnya saja,” katanya.
Awalnya memang tak mudah memasarkan singkong keju. Pelanggan masih menganggapnya sekadar singkong goreng biasa. Bahkan hanya untuk memasarkan, ia sempat menyebarkan brosur ke tempat keramaian. Namun, kini, masyarakat mulai memburu. Bahkan, di saat week-end, pembeli dari Jakarta memburu singkong keju buatannya ke Bandung.
Dalam dua hari, Ari menghabiskan 700 kg singkong dan 3,5 kg keju kraf. Bahkan, suatu saat dia pernah menghabiskan 17 kuintal singkong per hari sehingga kewalahan melayani tamu. Ari menjual singkong buatannya dalam dua kategori. Harga singkong dalam boks ukuran kecil, Rp 7.000. Sedang kan harga singkong keju dalam boks besar Rp 10.000.
Ari mengaku, untuk menjalankan usaha ini relatif gampang. Soalnya, dari segi tempat tak memerlukan lokasi yang mewah. Di kaki lima pun pelanggan memburu. “Pembeli dari berbagai kalangan bisa menikmati camilan gurih yang khas ini,” tandasnya.
Secara fisik, sebetulnya tidak ada yang istimewa singkong buatan Ari dengan singkong goreng lainnya, kecuali warnanya yang lebih kuning dan serpihan singkongnya hancur ketika digoreng. Tapi, soal rasa, singkong keju bikinannya jauh lebih nikmat ketimbang singkong biasa. Keju, itulah kunci kenikmatan Singkong Keju Meletus.
Cara membuatnya juga relatif gampang. Terlebih dulu singkong digoreng setengah matang. Setelah itu, singkong direndam dalam cairan keju selama kira-kira dua menit. Diamkan beberapa menit agar bumbu meresap. Pada tahap akhir, singkong setengah matang berlumur keju tersebut kembali digoreng untuk kedua kalinya.
Cara pembuatan yang gampang namun penikmatnya yang berjubel inilah yang membuat singkong keju kini banyak tersebar di kota-kota besar lainnya. Termasuk Jakarta. Dedi salah satunya. Baru tiga bulan lalu Dedi menekuni bisnis singkong keju di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Namun pelanggannya sudah banyak, rata-rata dari orang kantoran.
Dedi merancang produk singkong keju dengan topping coklat, meses, atau susu. “Selain empuk didalam dan gurih diluar, tampilan jadi lebih ramai,” katanya. Proses pembuatannya sama dengan Ari Prasetyo.
Dedi membanderol harga singkong buatannya Rp 5.000 ukuran kecil dan Rp 7.000 ukuran besar. Dalam sehari, Dedi menghabiskan dua kuintal singkong yang diambil dari Sukabumi dan tiga kilogram keju.
Mengawali usaha yang hanya bermodalkan sebesar Rp 6 juta untuk pembelian gerobak dan berikut alat masaknya, dalam tiga bulan modal sudah balik. Keuntungan per hari mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. “Lumayan, baru buka usaha sudah mendapat sambutan baik dari masyarakat,” tandasnya. (Ahmad Nabhani/Kontan)
Sumber: http://boemi29.wordpress.com/kisah-sukses/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label