Qozin saat menunjukkan lebah penghasil madu miliknya.
Bahkan, dia mampu menaklukkan lebah tanpa harus terkena sengatan. Saat berkunjung ke rumahnya, dia langsung menunjukkan pekarangan belakang rumahnya yang penuh dengan bok-bok rumah lebah. Bok berukuran sekitar 40 cm persegi itu tertata di samping tembok rumah.
Suami dari Nova Darmawanti ini memang sudah menekuni bisnis produksi madu murni sejak lima tahun yang lalu. Usaha ini terbilang langka di wilayah Borobudur. Sebab, satu produsen madu lainnya di miliki oleh Sunaryo, ayah kandung Qozin.
Berbekal pengalaman mengikuti jejak ayahnya, Qozin akhirnya mampu mengembangkan usaha ini secara mandiri.
"Sejak SD saya sering membantu orang tua mengurus usaha madu. Sehingga saya paham betul cara kerjanya. Nah, lima tahun terakhir ini saya sudah mengembangkan secara mandiri," katanya, Kamis (6/6/2013).
Awalnya, kata dia, usaha ini dimulai dengan pencarian lebah secara manual di wilayah Gunung Merapi dan Bukit Menoreh. Lebah yang didapat dipelihara di rumah selama satu bulan. Selanjutnya, lebah yang sudah mapan dipindahkan ke lokasi produksi madu yakni di Bukit Menoreh.
Menurutnya, lokasi produksi harus banyak tanaman bunga. Lahan produksi miliknya sudah disediakan ratusan bunga kaliandra dengan ukuran 100 meter persegi.
"Biasanya, lebah itu akan mencari sari bunga saat malam hari. Selanjutnya berproduksi di rumah lebah, yang kami siapkan di tiap bok," lanjutnya.
Sejauh ini, dia sudah memiliki sekitar 300 bok lebah yang berada di lokasi produksi. Selain itu, ada puluhan bok yang ada di pekarangan rumahnya.
Keberhasilan memproduksi madu dari lebah lokal, membuat Qozin ingin menembangkan usahanya ini dengan menambah lebah jenis melivera (Australia).
"Sekarang ada dua jenis lebah yang saya kembangkan untuk menghasilkan madu. Kalau melivera bisa panen madu jangka waktu sepuluh hari, sedangkan yang lokal paling produktif pada Januari sampai Agustus," terangnya.
Dalam kondisi normal, kedua jenis lebah tersebut mampu menghasilkan madu sekitar 4-5 kuintal per bulan. Namun, dalam kondisi cuaca yang tidak menentu, madu yang dihasilkan hanya satu kuintal per bulan.
"Usaha madu ini kaitannya dengan kondisi alam, jadi cuaca sangat berpengaruh. Kalau normal omzet bisa mencapai Rp20 juta per bulan. Tapi waktu cuaca tidak menentu bisa jadi hanya Rp3 juta per bulan," paparnya.
Saat ini, usaha madu yang diberi nama Madu Murni Ashfa ini sudah memiliki pelanggan tetap di wilayah Yogyakarta, Purwokerto, dan Jakarta. Harga per botol besar Rp70 ribu, sedangkan botol ukuran kecil seharga Rp18 ribu.
"Karena tempatnya dekat Candi Borobudur, banyak juga turis yang beli madu di sini secara ecer atau per botol," imbuh Qozin.
Sementara, terkait dengan perawatannya, dia dibantu oleh 10 karyawan. Menurutnya, perawatan lebah sangat mudah dan tidak membutuhkan biaya banyak.
"Hanya membersihkan bok, barangkali ada rayapnya. Selain itu rumput di bawah bok juga harus dibersihkan. Terpenting bunganya juga terawat," jelasnya.
Selain menghasilkan madu, lebah yang dia miliki kerap dibuat terapi penyakit reumatik dan asam urat. "Tetangga sering ke sini minta sengat lebah untuk mengobati penyakit. Tapi ini hanya permintaan tetangga sendiri saja," ujar dia.
Ayah dari Ashfa Sabila dan Kurnia Masruroh ini menuturkan, terapi yang dilakukan dengan cara sengatan lebah diletakkan di tempat yang dikeluhkan sakit. "Misalnya tangan atau bagian mana, terus disengatkan saja," tuturnya.
Nova Darmawanti, istrinya menyampaikan, usaha produksi madu suaminya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Namun, dia secara terus terang tidak paham cara mengelola lebah dan madu.
Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/746889/36/hasilkan-omzet-puluhan-juta-per-bulan-dari-madu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar