Rabu, 23 Maret 2011

MEWUJUDKAN KONSEP MINA KERA MELALUI KOLAM TERPAL

MEWUJUDKAN KONSEP MINA KERA
MELALUI KOLAM TERPAL

gbr

Setelah sepintas membaca judul tulisan di atas mungkin ada diantara Anda yang menjadi penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang Mina Kera. Barangkali yang pertama terbersit dalam benak Anda adalah sederet pertanyaan; Apa sih Mina Kera itu? Apakah ada hubungan antara Mina (ikan) dan Kera? Apa pentingnya mengkaitkan keduanya? Seperti apa konsep Mina Kera? Apa kaitannya dengan kolam terpal ? atau bahkan mungkin ada juga yang sempat bertanya; Apakah judul tersebut tidak salah tulis ?


Jika kemudian Anda mencoba mengaitkan arti harfiah masing-masing kata 'Mina' dan 'Kera' dan ternyata masih belum mendapatkan gambaran tentang makna penggabungan kedua kata tersebut maka uraian singkat berikut ini semoga dapat menjadi jawabannya.


ARTI MINA KERA

Mina atau mino (dalam bahasa Jawa) sendiri dapat berarti ikan atau perikanan dan dapat juga diartikan budidaya perikanan dalam pengertian yang lebih luas. Kata mina ini cukup sering digunakan sebagai nama atau bagian dari nama suatu kelompok budidaya perikanan yang sering dijumpai pada daerah-daerah dimana terdapat sentra-sentra perikanan. Penggunaan kata 'mina' atau 'mino' pada nama-nama seperti; 'Mina Makmur', 'Mina Lestari', 'Mina Sejahtera' atau juga 'Pandan Mino' maupun 'Argomino' misalnya, menunjukkan identitas atau ciri bagi suatu kegiatan usaha yang bergerak di bidang perikanan terutama perikanan budidaya, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar (industri). Sedangkan kata 'Kera' yang dimaksud disini bukanlah merujuk pada satu jenis mamalia yang merupakan kerabat terdekat manusia melainkan hanyalah merupakan singkatan dari kata kebun dan rakyat. Makna kata kebun sendiri tidak harus selalu diartikan sebagai lahan luas tempat memelihara berbagai jenis tanaman seperti yang sering ditemui di wilayah pedesaan, namun pekarangan (halaman) di sekitar rumah pun termasuk dalam pengertian kata kebun ini walau dengan areal lahan yang lebih sempit. Secara umum Mina Kera dapat diartikan sebagai kegiatan memelihara ikan di kebun atau di halaman sekitar rumah yang dapat dilaksanakan oleh warga masyarakat secara swadaya baik perorangan maupun berkelompok.


KONSEP MINA KERA

Sesuai dengan namanya Mina Kebun Rakyat terlahir sebagai suatu konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan dengan mengoptimalkan potensi lahan sekitar menjadi lebih produktif melalui usaha budidaya perikanan dalam skala mikro (rumah tangga) yang mampu dilaksanakan secara swadaya (mandiri) oleh warga masyarakat sehingga dapat memberi kontribusi nyata bagi peningkatan pendapatan (income) keluarga yang pada akhirnya berdampak positip terhadap peningkatan kesejahteraan warga. Melalui konsep Mina Kera, masyarakat diajak berperan aktif dalam meningkatkan produktifitas lahan sekitar melalui budidaya perikanan dengan menerapkan pola budidaya yang berkelanjutan dan teknologi tepat guna dengan tetap mengedepankan faktor keseimbangan dan kelestarian lingkungan sekitar




UPAYA MEWUJUDKAN KONSEP MINA KERA
Awalnya memang tidak mudah mengajak warga setempat untuk turut berperan aktif mengembangkan usaha budidaya perikanan di atas lahan perbukitan yang tergolong tandus ini. Upaya sosialisasi yang semula dilakukan oleh pokdakan Argomino dibawah pimpinan Bpk. Suhardi (yang lebih akrab disapa 'Pak Hardi') ternyata kurang mendapat sambutan dari masyarakat. Keengganan sebagian besar warga masyarakat saat itu lebih didasarkan pada keraguan akan keberhasilan usaha budidaya ini mengingat faktor alam sekitar yang dinilai kurang mendukung. Hal ini memang cukup beralasan mengingat pemahaman anggota masyarakat pada umumnya adalah bahwa usaha perikanan hanya mungkin dikembangkan pada daerah-daerah dimana ketersediaan air baku yang memenuhi persyaratan budidaya perikanan relatif mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi sepanjang tahun.


Sebagian besar kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Nanggulan memang tergolong lahan tandus yang kurang produktif. Selain karena kondisi tanahnya yang banyak mengandung kapur, ketersediaan air yang sangat diperlukan dalam kegiatan bercocok tanam boleh dibilang sangat terbatas. Para petani hanya mengandalkan tampungan air hujan yang tak seberapa untuk merawat tanaman di ladang mereka. Dalam berkebun pun warga setempat pada umumnya cenderung memilih jenis tanaman buah atau tanaman pangan lainnya yang tidak banyak membutuhkan air dalam pemeliharaannya. Kurangnya sumber air tampaknya menjadi faktor utama penyebab rendahnya produktifitas tanaman perkebunan setempat. Upaya budidaya tanaman buah yang bernilai ekonomi tinggi pun tak dapat berkembang karena sulitnya mendapatkan sumber-sumber air permukaan maupun air tanah yang sangat diperlukan dalam pemeliharaan tanaman. Tak heran jika pemandangan yang lazim terlihat di kawasan ini beberapa tahun lalu hanyalah berupa kampung-kampung warga yang tersebar diantara hamparan ladang dan kebun-kebun penduduk di sekitar lereng-lereng perbukitan yang kering dan tandus.

Seperti halnya di desa-desa lain disekitarnya, di desa Tanjungharjo ini pun jarang sekali ditemui adanya sumur, baik sumur tradisional maupun sumur bor. Hal ini disebabkan tidak semua tempat di kawasan perbukitan ini memiliki cadangan air bawah tanah dalam jumlah yang memadai. Pada beberapa lokasi yang memungkinkan untuk dibuat sumur pun sering didapati muka air tanahnya terletak jauh di kedalaman lebih dari 25 meter. Walau di musim penghujan sekalipun, volume air tanah yang bisa dimanfaatkan tetaplah terbatas. Terlebih lagi disaat musim kemarau, sumur pun menjadi kering dan praktis tak dapat digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, sebagian besar warga lebih mengandalkan tempat-tempat penampungan air hujan, baik yang dibangun secara swadaya maupun yang telah dibangun oleh Pemerintah Daerah setempat pada beberapa titik lokasi di sekitar perkampungan penduduk.


Jika hanya dilihat dari aspek geografi dan topografi semata, maka wajar bila kawasan perbukitan Nanggulan yang kering ini dapat dikatakan jauh dari kondisi ideal untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Namun kondisi alam yang demikian ternyata tidak menyurutkan tekad dan semangat rekan-rekan yang tergabung dalam pokdakan Argomino dalam upaya mengembangkan potensi lahan yang kurang subur menjadi lahan yang lebih produktif melalui budidaya perikanan. Bermula dari beberapa kolam ikan yang dibuat dengan menggunakan bahan terpal, kini lebih dari 300-an kolam sejenis telah berhasil dikembangkan. Hampir di setiap kebun penduduk terdapat kolam-kolam terpal dalam berbagai bentuk dan ukuran. Rata-rata setiap keluarga memiliki 2 sampai 3 kolam ikan sesuai dengan kemampuan pengelolaan dan luas lahan (kebun) yang dimiliki. Umumnya kolam-kolam terpal ini digunakan untuk pembibitan ikan gurame sementara sebagian warga lainnya lebih memilih usaha pembesaran ikan gurame hingga mencapai ukuran konsumsi.



PERKEMBANGAN KOLAM TERPAL

Antusias masyarakat dalam kegiatan budidaya perikanan tampak semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini. Pemanfaatan bahan terpal sebagai media pemeliharaan (kolam) ikan terbukti dapat menjadi solusi yang tepat bagi warga masyarakat yang berada pada daerah-daerah yang memiliki akses terbatas terhadap ketersediaan air baku, baik yang berasal dari aliran air irigasi, air permukaan (danau, sungai atau kali), air sumur ataupun sumber-sumber air lainnya. Saat ini kegiatan memelihara ikan di kolam terpal telah menjadi pemandangan yang lazim ditemui di berbagai tempat di wilayah Kab. Kulon Progo dan sekitarnya. Tidak saja di areal persawahan tetapi juga di wilayah pesisir pantai, kawasan perbukitan, kebun-kebun warga hingga pekarangan (halaman) di sekitar rumah penduduk.


Walau pada awalnya konsep Mina Kera lebih diperuntukkan bagi warga masyarakat pedesaan yang berada di wilayah perbukitan dimana ketersediaan air baku, baik yang berasal dari sistem pengairan teknis maupun sumber-sumber alami lainnya sangat terbatas, namun dalam kenyataannya konsep Mina Kera dapat pula diterapkan pada kawasan pesisir dan wilayah dataran rendah lainnya seperti pada lahan-lahan marginal dan kawasan pinggiran kota. Dengan memanfaatkan bahan terpal (tarpaulin) sebagai media pemeliharaan ikan, warga masyarakat yang memiliki lahan terbatas pun kini dapat turut serta mengembangkan budidaya perikanan, baik sebagai kegiatan pokok maupun usaha sampingan dalam upaya mendapatkan penghasilan (income) tambahan bagi peningkatan kesejahteraan keluarga.


sumber;
http://ikankolamterpal.blogspot.com/2010/03/mewujudkan-konsep-mina-kera-melalui.html#more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label