Setelah menikah tahun 2004, Selvia Nurlia memutuskan untuk melepas pekerjaannya di salah satu perusahaan swasta, dan fokus mengurus keluarga. Sebagai wanita yang biasa bekerja, Selvia tak mau berdiam diri. la ingin sekali melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Akhirnya, dengan modal kompor minyak hadiah pernikahan, Selvia dan sang suami, Denny Delyandri, memutuskan untuk berjualan kerupuk. Selvia menggoreng, suami yang menjajakan ke rumah-rumah makan di Batam, Riau, tempat mereka berdomisili.
Sebenarnya usaha itu berjalan cukup mulues. Selvia sudah menggaet berbagai restoran yang mau disuplai kerupuk. Namun karena keterbatasan tenaga, usaha ini harus ditutup. Tak mau lama-lama berdiam diri, Selvia mencoba peruntungan di bidang lain. Kali ini ia membuat kue-kue pasar yang dijajakan di kantin-kantin. Lagi-lagi usaha ini gagal karena Selvia tidak sanggup jika semuanya dikerjakan sendiri.
Meski sudah gagal dua kali, Selvia dan sang suami pantang menyerah. Dengan modal pinjaman koperasi, mereka berdua membuka usaha baru, yaitu rumah makan. Namun, kurangnya pengalaman di bisnis ini membuat usaha tersebut tidak berjalan lancar dan harus ditutup. "Untuk menutupi kerugian, kami hars menjual aset-aset rumah makan itu," kenang Selvia. Selanjutnya wanita kelahiran Tanjung Uban,11 Agustus 1980 ini menjajal peluang usaha di bidang EO (event organizer). Untuk memperluas wawasan, ia mencari berbagai informasi lewat internet. Salah satu acara yang diselenggarakan adalah seminar wirausaha dengan mendatangkan beberapa pakar wirausaha. Namun, karena pesertanya tidak sesuai harapan, mereka harus menanggung rugi.
Setelah beberapa kali mengalami jatuh bangun, Selvia masih berupaya untuk membuka bisnis. Setelah mencari-cari ide, akhirnya ia memutuskan untuk berjualan cake pisang. Resepnya ia dapat dari sang nenek.
"Di keluarga besar saya, cake pisang buatan nenek sangat digemari. Saya pikir, kalau pun kuenya tidak laku, tetap bisa saya makan atau dibagikan ke tetangga. Jadi, tidak rugi-rugi amat, kan?" cerita wanita asal Sumatra Barat ini.
Saat memulai bisnis, Selvia hanya menggunakan peralatan sederhana yang sudah dimilikinya, seperti oven dan beberapa loyang. Cake pisang yang sudah jadi kemudian dikemas dalam kardus dan dijajakan ke karyawan-karyawan yang bekerja di dekat kediaman Selvia. Satu dus dihargai Rp 3.000. Ternyata usaha cake pisang ini mendapat respons yang baik. Selvia pun akhirnya mempekerjakan beberapa karyawan untuk membantunya. Daerah pemasarannya beragam, mulai dari pasar tradisional, warung, sampai toko-toko kue yang ada di Batam. Dari hari ke hari perkembangannya sangat positif. Dari tiga loyang sehari, penjualan cake pisang meningkat hingga berkali-kali lipat.
Suatu hari Selvia mendapatkan pesanan dari seorang teman asal Medan yang berkunjung ke kota Batam. Teman tersebut ingin dibuatkan cake pisang dengan jumlah yang cukup banyak untuk dibawa ke Medan sebagai oleh-oleh. Permintaan itu membawa ide segar bagi Selvia. "Saya lihat saat itu belum ada oleh-oleh khas Batam. Padahal setiap daerah di Indonesia punya oleh-oleh khas," tutur ibu dari Faza, Fatanurahman, dan Fahira ini.
Tahun 2007 mulailah Selvia bersama suaminya giat mempromosikan cake pisang dengan label Kek Pisang Villa ini sebagai oleh-oleh khas Batam. Nama Villa sendiri diambil dari nama kawasan toko yang disewanya untuk menjual cake pisang. Media promosi yang digunakan sangat beragam, seperti brosur, situs, billboard, dan media sosial.
Selvia juga gencar memperkenalkan Kek Pisang Villa pada lembaga-lembaga pemerintah kota Batam untuk mendapat dukungan. Jika ada kegiatan di Polda Batam atau Walikota, Selvia selalu menyumbangkan cake buatannya. Alhasil, cake pisang buatannya jadi dikenal sebagai oleh-oleh kota Batam.
Seiring dengan semakin dikenalnya Kek Pisang Villa, banyak orang yang tertarik untuk bermitra dan membuka cabang. Sampai saat ini, cake pisang sudah ada di tujuh cabang. "Saya menetapkan bahwa setiap mitra hanya boleh membuka cabang di daerah Batam. Dengan begitu, cake ini benar-benar bisa menjadi oleh-oleh khas," jelas Selvia.
Meski sukses, bukan berarti usaha yang dibangun Selvia tanpa rintangan. Saat sedang gencar-gencarnya mengampanyekan cake pisang sebagai oleh-oleh khas Batam, ia banyak menerima protes dari masyarakat kota tersebut. "Banyak yang protes karena merasa cake pisang bukanlah penganan asli leluhur di Batam. Tapi saya tetap tidak goyah. Toh bika ambon juga aslinya bukan dari Medan, namun bisa dijadikan oleholeh khas Medan," jelas Selvia.
Kegigihannya menciptakan oleh-oleh khas Batam menuai hasil manis. Ia mendapat apresiasi dari walikota Batam. Media-media setempat pun selalu meliput usahanya. Kesuksesan itu tidak membuat Selvia puas diri. Ia terus mengembangkan usaha, antara lain dengan menciptakan berbagai varian rasa cake pisang seperti mixed fruit, blueberry, keju pandan, dan moka. Produk Kek Pisang Villa ini dijual mulai harga Rp 35.00 per loyang. Ia juga tengah berinovasi dengan membuat brownies dan kue-kue lain.
Kini Selvia sudah memiliki 85 karyawan yang bekerja di pabrik khusus pembuatan cake pisan. Sehari ada 2.000 loyang yang laris terjual. Gerai yang menjual cake ini memang hanya ada di Batam, tapi kelezatannya bisa dinikmati di seluruh daerah. "Saya ingin oleh-oleh khas Batam ini bisa dinikmati siapa saja. Karena itu, saya menyediakan layanan pesan antar ke berbagai wilayah di Indonesia," pungkas Selvia.
Sumber : female.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar